My lift my love
“Wei……Tungguin dong!!” teriakku ketika melihat
semua sahabatku berlari ke arah lift
yang terbuka.
“Arrghh..Lo
tuh! Liat noh pintunya dah ketutup lagi kan ,
gara-gara lo tuh!” gerutu Nna alias Fina Putri, cewek yang berambut pirang sambil
asyik menggulung-gulung rambutnya yang lurus.
“Ya,
udah sih kan liftnya juga bakal turun lagi kan ga bakal terbang
kok..Hehe..” sahutku sambil cengar-cengir. Akhirnya dengan suasana yang lumayan
basi kami pun menunggu lift turun dari lantai 5. Satu per satu orang mulai
mengantri di belakang kami, semakin lama semakin ramai. Kulihat satu per satu
orang yang tengah menunggu, kulihat ekspresi mereka ada yang kayanya lagi
buru-buru masuk kelas (‘mungkin udah telat kali ya atau takut diomelin sama
ceweknya?’), ada yang lagi sibuk becanda dengan temannya, ada juga dosen yang
ikut mengantri.
“Wei,
Bocah… Si April ya kaya orang kesambet gitu?”
“Heh,
Cumi…Gue ga kesambet lagi, lagian mana bisa coba gue kesambet orang setannya
aja ada di samping gue..” sahutku kembali tersenyum. Endah yang tadinya
tersenyum langsung memasang muka jutek namun itu tidak berlangsung lama karena
sedetik kemudian dia kembali tersenyum.
“Jahat..”
pekiknya manja.
Endah
adalah salah satu sahabat terbaikku di kampus, orangya tuh mini alias kecil
(‘tapi tetep imut kok..hehehe…biar ga marah!’), kenapa disebut mini karena
bukan cuma ukurannya aja yang mini tapi semuanya mulai dari ukuran sendok makan
kalo pas bawa bekal sampai ke pensil yang dia pake semua dalam ukuran mini,
tapi ada satu hal dari dia yang ga mini yaitu adalah nafsu makannya, gila tuh
anak yah kecil-kecil makannya banyak banget, gue ajah kalah makanya di antara
kita bertujuh itu / The Seven Princess (‘nama kelompok gue’) dia yang bertubuh
paling mini sekaligus paling subur. Sebenarnya aku mempunyai lima sahabat lain yang aku udah anggap lebih
dari sahabat dan tergabung dalam The Seven Princess yaitu yang pertama Usre,
nama aslinya sih Asri Rianti Noer tapi karena some reason dia pengen banget dipanggil usree ( ‘jangan ditanya
kenapa karena jawabannya bisa bikin lo ngantuk sekaligus ngakak’). Kedua, ada
Fina si ratu lebay ( ‘sebenarnya yang dibilang ratu lebay itu gue tapi gue ga
keberatan kok kalo predikat itu gue anugerahin ke Nna, hehehe..tapi pasti ada
yang keberatan sih’). Fina itu tinggi ( ‘paling tinggi sih tepatnya di antara kami bertujuh’) tapi
meskipun badannya besar nyalinya paling gampang nyelos. Aku tahu banget tipe
cowok Fina pasti yang rambutnya berantakan alias gaya harajuku ga jelas gitu deh (‘jadi,
setiap ada cowok yang rambutnya acak-acakan aku pasti ngelirik ke arah dia
terus bilang deh “ Tuh, Nna tipe lo”). Terus pasti dia langsung
celangak-celinguk gitu nyari cowok yang gue tunjuk.
Terus di posisi selanjutnya ada Dewi si ratu
Tua, gimana ga dibilang tua coba orang gaulnya aja sama ibu-ibu, tante-tante
sampe nenek-nenek gitu makanya dia tuh jadi kena sindrom ‘Tua’ tapi sebenarnya
sih kita ga bakal bilang kaya gitu kalo dia berkelakuan lebih ‘normal’ (‘wah,
emangnya selama ini dia ga normal ya?’) dan ga bertingkah seperti ibu-ibu atau
nenek-nenek yang bawaannya pikun dan selalu tenang menghadapi cobaan hidup
(‘apaan coba?’). Kemudian ada Nisa si ratu cacing, pasti penasaran deh kenapa
dia disebut cacing? Karena dia tuh anti panas banget contohnya kalo mau jalan,
terus panas dikit pasti dia langsung mengenakan kostum ala si perampok alias
nutupin seluruh tubuh biar sebisa mungkin ga kena sinar matahari katanya sih mau
mutihin kulit (‘terobsesi karena sang mantan suka sama cewek putih’). Tapi
untuk semester ini dia berniat untuk cuti. Jadi, intinya ga akan ada gangguan
dan disintegrasi dari si cacing. Lalu ada Susri si ratu jutek kalo dia lagi
bete jangan dideketin deh mendingan, daripada kena semprot (‘tanaman kali
disemprot’). Tapi dia itu orangnya keibuan dan bisa jadi tempat curhat yang
nyaman.
Dan di posisi terakhir ada aku, April, si ratu
Ngebor (‘hahahaha…Janganlah!! entar ada yang merasa tersaingi lagi!’)
sebenarnya aku tuh si ratu rame karena kalo ga ada aku pasti suasana jadi
tenang tapi hambar seperti kalo kata si Inul aku itu ibarat kata garam alias
pencair suasana (‘lah kok sedikit ga nyambung ya?’). Pokoknya kami The Seven
Princess itu intinya adalah satu.
Suasananya lagi-lagi basi. Kulirik
lift, ternyata masih di lantai 3. Dan sepersekian menit kemudian pintu lift
terbuka dan disusul mahkluk-mahkluk (‘Setan kali?’ Orang-orang deh..’)
menyembur keluar.
Tringggggg…..Kutatap dua bola mata
yang terlihat sayu dibelakang orang-orang yang hendak keluar. Dan tanpa
kusadari dia juga tengah melirik ke arahku sejurus kemudian dia menghilang dan
seketika itu juga aku langsung mencari Fina.
“Nna..Lihat ga tadi?” kicauku
dengan semangat menggebu-gebu.
“Apaan?” Nna terlihat seperti
orang linglung membuatku malas melanjutkan laporanku. Tanpa menjawab pertanyaan
Nna aku pun langsung berpaling dan menatap Endah.
“April..Yang tadi cakep ya?” seru
Endah sambil mengulum senyumnya.
“Ahhh, Endah..Lo kok ma gue cepet
banget ya nyambungnya. Iya yang pake baju item itu kan ?” sahutku kembali bersemangat, dan tidak
menghiraukan Nna yang sibuk memikirkan apa maksud perkataanku dan Endah.
“Ah, April…Signal gue kan kenceng banget
setiap ngeliat yang bening-bening gitu” katanya tidak bisa nyembunyikan raut
muka bahagianya. Melihat reaksi Endah aku pun kembali tersenyum.
“Iih, ngomongin apaan sih?” tanya
Nna penasaran.
“Itu loh Nna, tadi tuh ada cowok
cakep yang keluar dari lift..” jelas Endah dengan sabar.
“Ehmmm…Si April nih! Gue tanyain
juga malah dicuekin..”
“Yeh bukannya gitu, keburu basi
kalo gue ceritain” balasku dengan tetap tersenyum.
Akhirnya selama dua jam kuliah aku
sibuk menceritakan apa yang aku dan Endah liat tadi di lift pada ketiga
Princess yang lain, alhasil mereka jadi penasaran seperti apa makhluk yang
membuat aku dan Endah seperti orang yang baru ketemu hantu.
* * * * * *
Seperti biasa sambil menanti mata
kuliah selanjutnya aku dan kelima sahabatku yang lain menghabiskan waktu di lobi.
Lobi kampusku dibatasi kaca-kaca yang memisahkan bagian luar dan dalam kampus
sehingga otomatis tembus pandang.
Aku sibuk mencari-cari dimana
makhuk yang tadi aku dan Endah lihat sementara teman-teman yang lain sibuk
tertawa dan bercerita.
Tringgg….Aku melihatnya di luar,
di dekat kolam lumba-lumba yang terletak di seberang lobi, dia sedang sibuk bercanda
dengan teman-temannya yang lain.
“Guys, tuh dia…” seruku setengah
berteriak. Teman-temanku pun sontak melihat ke arahku kemudian bersamaan menengok ke arah yang aku
tunjukkan. Tapi ternyata karena factor ‘U’ mereka tak kunjung melihat dimana
mahkluk itu berada dan dengan setengah keki aku mengangkat jari telunjukku ke
arah dia berada.
“Ituloh di depan lumba-lumba…Masa
ga ngeliat sih?” pekikku penasaran.
“Yang mana sih?” tanya Fina
sedikit sebal.
Sambil menggerakkan kepala Fina
aku pun berdeham sebal “Itu yang pake kemeja item yang lagi duduk di antara
yang pake baju biru dan baju kotak-kotak” .
“Oooo…” seru mereka bersamaan.
“Bulet..” sahutku sebal. (‘Masa
jarak segitu aja ga ngelihat mata mereka emangnya dah parah banget yah?’)
Tapi sejurus kemudian aku pun
kembali tersenyum.
“Aprilia..!!” panggil Endah
tiba-tiba. Aku pun mendongak.
“Tapi kok dia maenin sapu sih,
Pril?” sambung Fina.
“Ih, iya yak?? Autis banget ya?”
sahutku yang mengakibatkan semua mata The Princess langsung tertuju ke arahku.
(‘Apaan coba maksudnya?’)
“Buset dah yang autis bilang orang
lain autis..”celetuk Susri yang tengah tersenyum.
“Yeh, emangnya gue autis apa?”
balasku keki.
“Emang!!” sahut mereka bersamaan.
Kemudian tertawa bersamaan pula (‘Kekompakan
yang mengesalkan!’).
“Pril, dia kayanya ngerasa kaya
Harry Potter deh? Tuh liat aja aksinya!” seru Dewi kemudian.
Kulihat dia tengah sibuk bermain
dengan sapu yang entah darimana asalnya. Sambil tertawa dia pun menyelipkan
sapu tersebut dan bergaya seakan ingin terbang. Melihat kelakuannya kami pun
tertawa. Kemudian dilepaskannya sapu
tersebut sambil berlagak menyapu halaman yang sebenarnya sudah bersih.
“April!! Kok sekarang dia kaya
Office Boy ya?” celetuk Susri.
“OB ??”
balasku seraya menaikkan sebelah alis mataku tanda meragu.
“Iya..Tuh liat tuh dari gaya menyapunya kayanya
dia emang udah professional deh..Liat ajah sendiri” lanjut Susri.
Kulirik kembali dirinya yang ada
di seberang aula sambil masih menggerutu.
“Masa cowok cakep gitu dibilang OB sih?” gerutuku.
Setelah kulihat benar saja, ternyata
dia tengah berpura-pura menyapu seperti telah terbiasa melakukannya doing his job gitu.
“Iya..ya?..Bener juga lo, Sus!!”
“Gimana kalo mulai sekarang kita
panggil dia OB aja?” lanjutku yang disusul
dengan persetujuan dari yang lain.
Jadi, mulai saat itu telah
diresmikan kalau mahkluk itu akan dipanggil dengan sebutan OB
dan dengan status kecengan bersama.
* * * *
April jangan lupa besok masuk pagi jam 8an
and bawa laptop coz kita mau ngerjain tugas anggaran..
Setelah
membaca pesan dari Dewi akupun segera memasukkan laptopku ke dalam tas agar
esok pagi dapat langsung berangkat tanpa perlu berkemas-kemas lagi. Oia, hari
ini Nisa alias si ratu cacing udah mulai masuk dan telah memutuskan untuk
membatalkan cuti yang telah diambil. Sayang sih, karena perkuliahan telah
memasuki pertengahan semester jadi Nisa sudah tertinggal begitu banyak materi
dan pratikum it’s mean mau tidak mau
dia harus berusaha keras menyusul. Diluar dari itu, karena si ratu cacing udah
masuk berarti juga kita sebagai sahabatnya harus membantu dia keluar dari
lobang (‘Eits, kok lobang sih?hehehe..maksudnya keluar dari masalah
ketertinggalan’).
Beberapa
hari ini aku selalu bertemu dengan OB bukan cuma aku ternyata yang merasa
belakangan ini OB betul-betul eksis di kampus
alias selalu ada. Sepertinya setiap hari orang itu selalu ada jadwal sehingga
gampang ditemukan. Dalam satu hari saja aku bisa bertemu dia lebih dari tiga
kali, tapi hal itu tidak membuat aku dan sahabatku alias The Princess bosan
karena OB itu makin dilihat makin manis (‘Ajikkk!! Mungkin dia kemana-mana
selalu bawa gula kali ya?’). Namun yang membuat kami selalu tertawa setiap kali
melihat dia karena tidak satu pun dari kami yang tahu namanya jadi kami selalu
menyebut dia ‘OB ’. Tapi panggilan ini cukup
efisien juga karena orang-orang ga akan tahu kalo yang kita maksud OB itu sebenarnya dia.
“Pril,
udah liat OB blum?” tanya Dewi seraya
membenahi poninya yang terlihat berantakan.
“Belum..”
jawabku sambil mengeluarkan laptop dari tas, “Mank kenapa, Dew?” lanjutku.
“Ga
pa-pa semoga aja ga?”
“Lah?
Kok?” tanyaku dengan nada menuntut.
“Iya..Abis
lo kan kalo udah ngeliat OB
jadi ga konsen. Terus gimana nasibnya tugas kita ntar coba kalo lo udah kaya gitu?”
jelasnya.
“Yeh,
Cumi…Yah, nggalah.. Gue kan
professional kali?!” jawabku sambil tersenyum.
“BTW,
gue laper banget ni lo bawa pesenan gue kan ?”
lanjutku.
“Iya,
bawa, cerewet…” katanya seraya mengangkat tas kecil yang kemudian mengeluarkan
bau yang membuat perut berteriak memintanya untuk segera meluncur. Memang nasi uduk
buatan mama Dewi two top zop berat deh ga ada yang nandingin apalagi kalo
didampingi sama sambel terasi goreng..beuh…ga nahan.
“Yaudah,
mending lo untuk sementara ini
menjauhkannya dari jangkauan gue dulu deh.. Coz you know, kan ?” saranku menunjuk ke arah perut.
“A
lot to do…”lanjutku.
Aku
dan Dewi pun memulai mengerjakan laporan anggaran yang harus dikumpulkan besok.
Tugas yang satu ini benar-benar membuat orang eneg gimana ga coba? Pertama,
kita harus browsing internet mengenai segala sesuatu tentang perusahaan
unilever belum lagi harus dibuat analisis laporan keuangannya dan proyeksinya.
Huh! Benar-benar menguras tenaga.
Usree,
Nisa, dan Susri pun datang bergantian. Dan akhirnya kami sibuk memikirkan
mekanisme penyusunan anggaran perusahaan. Beberapa jam selanjutnya Nna dan
Endah pun datang dan mereka langsung sibuk dengan tugas kelompok mereka. Oia,
ada satu hal yang aku lupa beri tahu aku, Nna dan Endah itu berbeda kelas.
Waktu tingkat satu kami tergabung di kelas yang sama 1 DA 03 tapi semenjak
kelas dua kelas dan ada pemisahan kelas kami berpisah, aku, Susri, Nisa, Dewi
dan Usre satu kelas, 2DA03 sedangkan Fina dan Endah tergabung di kelas 2DA04.
Tapi kami tetep satu kawanan kok intinya.
“Yaudah
ni.. Abis bab 3 apaan lagi?” seruku seraya menggerakkan badanku yang mulai
terasa pegal lantaran berjam-jam duduk dalam posisi yang sama dan tidak
bergerak.
“Apaan
ya? Langsung laporan keuangannya ajah kali ya?” tanya Dewi ke arahku.
“Yeh,
mana gue tahu?! Gue sih terserah aja.. Kan
tugas gue cuma ngetik doang sambil
mengoreksi yang mana yang salah” jawabku dengan masih meluruskan kakiku yang
terasa keram.
“Yaudah,
Dew..Gitu aja!” sahut Nisa yang duduk di sampingnya.
“Okeh!!
Tapi gantian kek yang ngetik jangan gue lagi cape and pegel banget badan gue..”
seruku kemudian. Dan akhirnya aku beranjak dari tempatku untuk bertukar tempat
dengan Susri.
Tringggg….Tiba-tiba
saja pandanganku menangkap kehadiran makhuk yang sedari tadi ditunggu. Tanpa
kusadari aku pun tersenyum sambil terus memperhatikan dirinya. OB ada di Internet Lounge alias E’Lounge, yang merupakan
salah satu fasilitas kampus untuk memberikan kesempatan bagi mahasiswanya lebih
dekat dengan peradaban baru yang bernama internet. Jadi, di Internet Lounge itu
mahasiswa diberi waktu 20 menit untuk dapat online atau dapat pula untuk
sekedar mempelajari system operasi Linux yang digunakan.
“Eh,
Guys ada OB tuh di E’Lounge..” seruku
tertahan.
“Yang
mana, Pril?” sahut Usre sambil melihat-lihat ke arah E’Longe.
“Ituloh
yang pake kaos item..yang di nomor 17”
“Ooh,
yang itu toh..Gue kenalin yak?”
“Aah,
apaan sih lo? Lo aja sana
yang kenalan duluan.. Baru setelah itu lo kenalin deh dia ke gue…”
Tanpa
banyak basa-basi, Usre pun langsung beranjak ke tempat yang telah aku
tunjukkan. Dan kemudian menggedor kaca pembatas E’Lounge dan memberi isyarat ke
arah OB bahwa dia ingin berbicara sebentar
dengannya. Awalnya OB terlihat bingung namun akhirnya dia pun memberi isyarat
setuju. Kemudian Usre mencari tempat duduk yang kosong di tempat yang tidak
jauh dari kami.
“Nih,
Pril liatin yak?” katanya sambil menunjuk ke arahku.
Tidak
berapa lama kemudian OB pun datang dan sontak
aku pun tidak dapat berbuat apa-apa. Aku menjadi orang yang salah tingkah
sehingga aku memutuskan agar tidak terlihat semakin bodoh aku menggeser posisi
Susri untuk mengetik tugas.
“Napa ni anak?” tanya Reza
yang entah sejak kapan nongkrong di depanku.
“Biasalah,
Za..Salting gitu deh..” sahut Dewi sambil tersenyum.
“Bisa
juga ya lo salting? Kirain.. Emang siapa sih yang bisa buat lo salting sih,
Pril?” tandasnya.
“Tuh
yang lagi ngobrol sama Usre..” tunjuk Susri.
“Jie..April!!”
seru Reza kemudian. Namun tidak seperti biasanya aku hanya tersenyum dan sambil
melanjutkan ketikkanku tanpa banyak kata.
“Wah,
Vril! Itu ya yang namanya OB ? Ah, Nisa udah
ketinggalan banyak nih tentang informasi kampus..” sahut Nisa sambil mengenakan
kacamatanya dan melirik ke arah Usre dan OB
yang sedang berbicara.
“Vrill!!
Kok Usre berani banget ya emang Usre udah kenal sama OB
ya?” lanjutnya.
“Duh,
Nisa!! Usre tuh baru mau kenalan..Udah, ah Nisa diem deh! Kita mau lanjutin
tugasnya dulu ntar ga selesai lagi” sambung Susri terlihat sebal.
Beberapa
menit kemudian Usre pun kembali sambil senyum-senyum.
“Sayang
loh Pril lo ga ikutan, orangnya ramah loh..” katanya kemudian.
“Iya?
Namanya siapa, Re? Terus lo ngomongin apa aja emangnya?” sahutku penasaran dan
tanpa sadar aku mulai meninggalkan laptopku dan bergeser ke arah Usre.
“Namanya
Choky..Anak 2DC02..” jawabnya dengan nada menggoda.
“Ehmmm..Choky..”
ulangku kemudian.
“Eh!!
Pril selesain dulu napa tugas lo!!” tegor Dewi yang terlihat sewot.
“Ntar
kalo udah selesai baru lo omongin lagi dah..”lanjutnya.
Akhirnya
aku pun memutuskan untuk kembali meneruskan kerjaanku yang tadi terlupakan dan
harus sedikit bersabar untuk mendengar apa yang tadi Usre dan OB
bicarakan.
Apa kelanjutan selanjutnya....
Nantikan Chapter 2...My Lift My Love...